Hewan-hewan Dijadikan Simbol Kematian
Capung merupakan salah satu hewan yang masuk ke dalam kelompok serangga. Hewan imut ini kemudian disebut menjadi hewan yang identik dengan kematian manusia.
Apa yang menjadikan Capung dijadikan simbol kematian? Kepercayaan tersebut diyakini warga Jepang bahwa capung merah merupakan pembawa pesan dari roh-roh.
Hal tersebut disebutkan dalam sebuah studi etnografi tahun 1959 bahwa capung merah ini bakal bermigrasi ke wilayah dataran tinggi untuk mencari makan. Lalu, mereka akan turun ke dataran tinggi untuk berkembang biak.
Saat itu tengah diadakan festival musim panas Obon. Festival tersebut merayakan kembalinya arwah orang yang telah meninggal dan capung dijadikan hewan yang akan mengantarkan arwah ke orang-orang tercinta.
Burung nasar terkenal sebagai pemakan bangkai hewan maupun manusia. Di daerah Tibet, burung ini dianggap hewan yang suci lantaran berjasa dalam mengantarkan seseorang yang mati.
Di daerah tersebut masyarakat melakukan 'pemakaman langit', di mana mayat akan dibiarkan dimakan oleh burung-burung nasar. Dengan demikian, tidak mengherankan jika burung nasar masuk dalam daftar hewan yang dikaitkan dengan kematian.
Burung nasar menggunakan indra penciumannya yang luar biasa untuk mendeteksi bangkai dari jarak lebih dari satu mil. Menurut Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, burung nasar menjadi lambang dewa, maut, atau "ibu dari semua".
Burung rangkong merupakan karnivora yang suka memakan hewan-hewan kecil hingga serangga. Burung ini bisa ditemukan di daerah terbuka seperti sabana atau padang rumput.
Berdasarkan survei yang dipublikasikan dalam Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, masyarakat menganggap bahwa burung rangkong diyakini sebagai pembawa tanda buruk. Khususnya, di Zimbabwe dan Malawi, burung ini dianggap akan membawa sial jika hinggap di rumah.
Jika keberadaan burung rangkong terlihat berkelompok, maka masyarakat di Afrika tersebut meyakininya sebagai sebagai tanda kematian. Di Tanzania, burung ini dianggap sebagai pembawa jiwa yang mati dan roh yang marah.
Kelelawar biasanya ditemukan di dalam gua-gua dan berkeliaran pada malam hari. Bagi suku Maori di Selandia Baru, kelelawar dipercaya dapat meramalkan kematian dan disebut juga sebagai hokioi.
Menurut The Raupo Book of Maori Proverbs, pepatah umum mengatakan "kelelawar terbang saat senja, hokioi terbang di malam hari". Kepercayaan mereka meyakini bahwa hokioi sebenarnya adalah burung yang sudah punah dan dikenal sebagai elang Haast (Hieraaetus moorei), yaitu burung pemangsa yang cukup besar untuk membawa anak kecil.
Penyebutan gagak sebagai simbol kematian memang paling lazim terdengar. Khususnya adalah gagak bangkai, burung yang memakan apa saja mulai dari buah hingga bangkai busuk.
Dalam cerita rakyat Irlandia, gagak bisa menjadi pertanda pertumpahan darah, yang membuat takut para prajurit di medan perang. Meski begitu, gagak bangkai termasuk hewan yang cerdas lho.
Ciri-Ciri Hewan Melata
- Tubuhnya dibungkus oleh kulit kering yang bersisik atau menanduk.
- Memiliki dua pasang anggota yang masing-masing lima jari dengan kuku-kuku yang cocok untuk lari, mencengkeram, dan naik pohon.
- Hewan melata yang hidup di air memiliki bentuk kaki yang berbentuk duyung.
- Bernapas melalui paru-paru, sedangkan pada penyu bernapas dengan kloaka.
- Memiliki ukuran tubuh bervariasi yang terdiri dari kepala, leher, badan, dan ekor.
Baca Juga: Ciri-Ciri Reptil dan Contoh Hewannya
- Hewan melata merupakan hewan poikiloterm atau berdarah dingin.
- Alat pencernaan dimulai dari mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan kloaka.
- Kebanyakan hewan melata bertelur (ovipar) meski setengahnya adalah ovovivipar dan menyimpan telur di dalam perut ibu hingga menetas.
Ciri-Ciri dan Pengelompokan Hewan Melata
Terdapat berbagai ciri-ciri dalam hewan melata ini, berikut ialah penjelasannya:
Saat ini, hewan melata dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:
Dikarebakan beberapa reptil lebih erat terkait dengan burung daripada dengan reptil lain (buaya lebih erat terkait dengan burung daripada dengan kadal), banyak ilmuwan modern lebih memilih untuk membuat Reptilia menjadi pengelompokan monofiletik dan juga termasuk burung, yang saat ini mengandung lebih dari 10.000 spesies.
Mayoritas reptil adalah ovipar (bertelur), meski beberapa spesies Squamata bersifat vivipar (melahirkan). Reptil vivipar memberi makan janin mereka menggunakan sejenis plasenta yang mirip dengan mamalia. Ukuran reptil bervariasi, dari yang berukuran hingga 1,6 sentimeter (tokek kecil, Sphaerodactylus ariasae) hingga berukuran 6 meter dan mencapai berat 1 ton (buaya air asin, Crocodylus porosus). Adapun cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang reptil adalah herpetologi.
Berikut ini adalah contoh hewan melata di antaranya yaitu:
Ular Lanang atau raja kobra (Ophiophagus hannah) adalah spesies ular berbisa terpanjang di dunia. Ular ini endemik di sebagian India hingga Asia Tenggara. Ular ini juga merupakan salah satu reptil nasional India. Sebutan-sebutan lokal untuk ular ini di antaranya “oray totog” (Sunda), “tedung selor” atau “tedung selar” (Melayu), dan “ula anang” (Jawa).
Hamadryas hannah adalah nama ilmiah yang digunakan pertama kali oleh naturalis Theodore Edward Cantor pada 1836 yang mendeskripsikan empat spesimen ular lanang, tiga spesimen diperoleh dari Sundarban, India, dan satu spesimen diperoleh dari Kolkata. Takson Naja bungarus diusulkan oleh Hermann Schlegel pada 1837 yang mendeskripsikan spesimen ular lanang dari Jawa. Takson genus Ophiophagus diusulkan oleh Albert Günther pada 1864. Takson ini diperoleh dari kecenderungan ular ini untuk memangsa ular lain.
Panjang tubuh ular lanang umumnya berkisar antara 3.18 sampai 4 meter. Spesimen terpanjang yang pernah ditemukan panjangnya mencapai 5.85 meter. Ular jantan berukuran lebih besar daripada ular betina. Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna zaitun, cokelat kekuningan, atau keabu-abuan, dengan bagian kepala yang berwarna cenderung lebih terang. Bagian bawah tubuhnya (ventral) berwarna kelabu atau kecokelatan, dengan daerah leher berwarna kekuningan yang dihiasi bercak kehitaman.
Pada ular muda, tubuhnya berwarna lebih gelap atau kehitaman, dan dihiasi dengan belang-belang kecil berwarna putih atau kekuningan. Walau begitu, belang-belang tersebut terkadang masih terlihat ketika dewasa, walaupun lebih samar.
Kepala ular lanang berukuran besar dengan moncong yang cenderung pendek dan tumpul. Tidak seperti ular lain pada umumnya, di belakang perisai (sisik) pariental (ubun-ubun) terdapat sepasang perisai oksipital berukuran besar. Perisai labial (bibir) berjumlah 7 buah, beberapa di antaranya bersentuhan dengan mata. Pupil mata besar dan bundar.
Sisik-sisik dorsal terdiri atas sebanyak 15 deret di bagian tengah badan. Sisik ventral sebanyak 215 hingga 262 buah. Sisik anal tunggal, sisik-sisik subkaudal sebanyak 80 sampai 120 buah, sebagian berupa sisik tunggal dan sebagiannya lagi berupa sisik berpasangan.
Ular lanang tersebar luas mulai dari sebagian India (Maharashtra, Karnataka (Dandeli), Arunachal Pradesh, Sikkim, West Bengal, Bihar, Orissa, Andhra Pradesh, Kerala, Tamil Nadu, Madhya Pradesh, dan Kepulauan Andaman), Nepal, Bhutan, Bangladesh, Myanmar, Tiongkok (Fukien, Kwangtung, Hong Kong, Kwangsi, Hainan, Yunnan, SW Sichuan, Tibet), Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia (Sumatra, Kep. Mentawai, Kep. Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi), dan Filipina (Balabac, Jolo, Luzon, Mindanao, Mindoro, Negros, Palawan, Panay, Cebu, Bohol, Samar).
Ular lanang hidup di daerah dataran rendah hingga ketinggian 1800 meter di atas permukaan laut. Habitat utamanya meliputi hutan, rawa-rawa, daerah bersemak, lahan pertanian, dan bahkan di sekitar pemukiman. Ular ini biasanya bersarang di lubang tanah, tumpukan bebatuan, semak-semak rimbun, atau sela-sela akar pohon. Ular ini terutama menyukai lokasi yang ditumbuhi bambu dan juga kawasan hutan mangrove.
Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya sepit (Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut buaya aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya. Namun, ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Kadal atau bengkarung adalah kelompok reptilia bersisik berkaki empat (beberapa spesies tidak berkaki dan mirip ular, tetapi bukan ular) yang tersebar sangat luas di dunia. Secara ilmiah, kelompok besar ini dikenal sebagai subordo atau anak bangsa Lacertilia (beberapa literatur menyebut Sauria) yang merupakan anggota dari bangsa reptilia bersisik (Squamata) bersama dengan ular.
Secara umum, istilah “kadal” atau “bengkarung” (bahasa Inggris: lizards) juga mencakup kelompok cecak, tokek, bunglon, cecak terbang, biawak, iguana, dan lain-lain. Sedangkan secara sempit, istilah kadal (dan bengkarung) dalam bahasa Indonesia hanya merujuk kepada kelompok kadal yang umumnya bertubuh kecil, padat, bersisik licin dan berkilau, serta hidup di tanah (Inggris: skink, yaitu semua jenis dari famili Scincidae, atau jenis-jenis dari infraordo Scincomorpha).
Kadal pada umumnya memiliki empat kaki, lubang telinga luar, dan kelopak mata yang dapat dibuka-ditutup. Walau begitu, ada pula jenis-jenis yang tidak memiliki sebagian ciri itu. Contohnya adalah ular kaca (glass snake atau glass lizard, suku Anguidae) yang tidak enam kaki fisik sehingga menyerupai ular, tetapi masih bisa dibedakan dengan ular berdasarkan ciri-ciri yang lain.
Ular adalah kelompok reptilia tidak berkaki dan bertubuh panjang yang tersebar luas di dunia. Secara ilmiah, semua jenis ular dikelompokkan dalam satu sub-ordo, yaitu Serpentes dan juga merupakan anggota dari ordo Squamata (reptilia bersisik) bersama dengan kadal. Namun, ular (Serpentes) sendiri diklasifikasikan pada cabang klade (Ophidia), yaitu segolongan reptilia-reptilia dengan atau tanpa kaki, bertubuh panjang, dan memiliki fisiologis yang sangat berbeda dengan kadal.
Ular diperkirakan telah berevolusi dari kadal tanah sejak pertengahan zaman Jurassic (174,1-163,5 juta tahun yang lalu). Fosil ular tertua yang diketahui, Eophis underwoodi, adalah ular kecil yang hidup di daratan Inggris selatan sekitar 167 juta tahun yang lalu.
Ciri-ciri utama ular adalah bertubuh panjang dan tidak memiliki kaki. Namun, ciri-ciri tersebut juga dimiliki oleh beberapa jenis kadal, misalnya (kadal-pensil Burton). Ciri-ciri selanjutnya adalah ular tidak memiliki indera pendengaran sama sekali. Namun, ular bisa merasakan getaran melalui rahang bawahnya saat menempel di tanah atau di permukaan.
Ular tidak memiliki kelopak mata yang dapat dibuka-tutup, dan matanya selalu terbuka selama hidupnya. Walaupun begitu, mata ular dilapisi oleh sisik bening yang melindunginya dari kotoran. Ciri utama lainnya adalah, lidah ular bercabang dua dengan masing-masing cabangnya berukuran panjang dan runcing, dan dapat dijulurkan keluar melalui rongga di tengah bibirnya.
Iguana adalah marga kadal yang hidup di daerah tropis Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan kepulauan Karibia. Kadal-kadal ini dideskripsikan pertama kali oleh seorang ahli hewan berkebangsaan Austria, Josephus Nicolaus Laurenti pada tahun 1768. Sejauh ini, genus Iguana hanya terdiri dari dua spesies, yaitu iguana hijau (Iguana iguana) dan iguana Antilles Kecil (Iguana delicatissima).
Istilah “iguana” diketahui kemungkinan berasal dari bahasa Taino (salah satu suku asli Amerika) yaitu “iwana” yang juga merujuk pada kadal-kadal ini. Panjang tubuh iguana antara 1.5 meter hingga 1.8 meter, termasuk panjang ekor. Ciri khas dari iguana adalah memiliki jambul (seperti pada ayam jantan) di bawah rahang mereka, serta deretan sisik membentuk duri besar di tubuh bagian atasnya, yang berjejer dari leher hingga pangkal ekor.
Selain itu, iguana juga memiliki organ tubuh mirip mata pada bagian atas kepalanya. Organ tersebut berfungsi untuk menganalisis cahaya di sekitarnya. Warna tubuh iguana bervariasi, mulai dari hijau terang, hijau kecokelatan, hijau lumut, hijau kekuningan atau keabu-abuan, atau cokelat karamel. Ekor iguana berwarna sama dengan tubuh dan dihiasi dengan belang belang hitam atau gelap dari pangkal hingga ujung.
Iguana telah beradaptasi dengan baik sebagai kadal pohon dan kadal pemakan tumbuhan (herbivora). Namun, mereka tetap memerlukan nutrisi hewani, biasanya dengan memakan serangga kecil yang ada di tumbuhan yang mereka makan.
Kura-kura adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk golongan reptil. Bangsa hewan yang disebut (ordo) Testudines (atau Chelonians) ini khas dan mudah dikenali dengan adanya “rumah” atau batok (bony shell) yang keras dan kaku.
Batok kura-kura ini terdiri atas dua bagian. Bagian atas yang menutupi punggung disebut karapas (carapace) dan bagian bawah (ventral, perut) disebut plastron. Kemudian setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis. Lapis luar umumnya berupa sisik-sisik besar dan keras, dan tersusun seperti genting; sementara lapis bagian dalam berupa lempeng-lempeng tulang yang tersusun rapat seperti tempurung. Perkecualian terdapat pada kelompok labi-labi (Trionychoidea) dan jenis penyu belimbing, yang lapis luarnya tiada bersisik dan digantikan lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya.
Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal tiga kelompok hewan yang termasuk bangsa ini, ialah penyu (bahasa Inggris: sea turtles), labi-labi atau bulus (freshwater turtles), dan kura-kura (tortoises). Dalam bahasa Inggris, dibedakan lagi antara kura-kura darat (land tortoises) dan kura-kura air tawar (freshwater tortoises atau terrapins).
Penyu adalah kura-kura laut yang ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dhinosaurus. Pada masa itu, Archelon yang berukuran panjang badan enam meter, dan Cimochelys telah berenang di laut purba seperti penyu masa kini.
Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena penyu bernapas dengan paru-paru. Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh 58-73 hari.
Komodo atau lengkapnya biawak komodo (Varanus komodoensis) adalah spesies biawak besar yang terdapat di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat “ora”. Nama lain dari komodo adalah buaya darat, walaupun komodo bukanlah spesies buaya.
Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2–3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kilogram. Komodo merupakan pemangsa puncak di habitatnya karena sejauh ini tidak diketahui adanya hewan karnivor besar lain selain biawak ini di sebarang geografisnya.
Nah, Grameds. Demikian sekelumit cerita tentang hewan melata. Ternyata cara hewan-hewan ini mempertahankan hidup sangat unik. Namun, meski hewan melata ini sebagian besar adalah hewan buas, kita tidak boleh memburu hewan-hewan ini agar ekosistem alam tetap terjaga kelestariannya.
Untuk kalian yang ingin selalu mengikuti perkembangan informasi dari Gramedia, jangan lupa unduh aplikasi Gramedia Digital di gawai kalian. Banyak informasi seru yang akan dibagikan setiap harinya. Selain itu, promo-promo menarik seputar produk Gramedia yang keren akan selalu hadir melalui ruang digital kalian. Dapatkan juga potongan harga menarik untuk setiap promonya. Gramedia Digital hadir untuk kalian, karena Gramedia Digital adalah #SahabatTanpaBatas.
Reptil dalam Pandangan Islam
Islam memandang reptil sebagai mahluk ciptaan yang tidak berbeda dari mahluk lainnya. sebagian reptil dapat memberi manfaat bagi manusia, sementara sebagian lain memberi madharat. Beberapa narasi hadits populer terkait reptil mencakup hukum memakan reptil, dan anjuran membasmi reptil yang memberi madharat dan berbahaya bagi manusia. Hukum memakan reptil dapat dijumpai pada beberapa hadits yang merujuk pada jenis tertentu, seperti pada kasus hukum memakan dhabb yang sering diterjemahkan sebagai biawak, walau para peneliti masih meragukan identitas hewan dhabb ini apakah benar biawak atau hewan lain yang menyerupai biawak.
Dari Abduurahman bin Hasnah bahwa para shahabat memasak dhabb, lalu nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya satu umat dari bani Israil diubah menjadi hewan melata di tanah, aku khawatir mereka itu adalah hewan ini, jadi buanglah.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Ath-Thahawi)
Dari Ibnu Abbas ra berkata,”Aku makan dhabb pada hidangan RasulullahSAW.” (HR Bukhari Muslim)
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hukum dhabb, maka beliau menjawab, “Aku tidak memakannya namum tidak mengharamkannya.” Beliau juga ditanya tentang hukum makan belalang, maka beliau menjawab, “Hukumnya sama.” (HR An-Nasa’i)
Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah hewan itu karena hukumnya halal. Namun hewan itu bukan makananku.” (HR Muslim)
Berdasarkan beberapa narasi hadits diatas, terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum memakan dhabb. Pengharaman mereka berangkat dari adanya hadits-hadits di atas yang esensinya mengharamkan seorang muslim memakan daging dhabb. Bahkan Rasulullah SAW sampai memerintahkan untuk membuangnya, karena beliau khawatir hewan itu adalah penjelmaan dari umat terdahulu yang dikutuk jadi hewan. Perintah untuk membuangnya berarti makanan itu haram. Karena kalau halalatau sekedar makruh, tidak mungkin beliau perintahkan untuk membuangnya. Sebab membuang makanan, meski tidak suka, hukumnya haram. Mereka yang menghalalkan makan daging dhabb tentu saja berhujjah dengan hadits-hadits yang membolehkan. Yaitu Rasululah SAW membolehkan makan dagingnya, meski beliau sendiri tidak memakannya. Sedangkan terhadap hadits-hadits yang membolehkannya, mereka mengatakan bahwa kedudukan hadits-hadits itu lemah dan bermasalah, sebagaimana hasil peniliaian para ulama berikut ini:
Ibnu Hazam mengatakan bahwa hadits riwayat Abu Daud tentang Rasulullah SAW melarang (makan) dhabb itu adalah hadits yang bermasalah pada isnadnya. Beliau mengatakannya perawinya dhaif (lemah) dan majhul (tidak diketahui). Demikian juga dengan Al-Baihaqi, beliau mengatakan bahwa dalam isnad hadits ini ada perawi yang bernama Ismail bin Ayyash. Menurut beliau perawi ini termasuk kategori: laisa bihujjah (tidak bisa dijadikan dasar argumen). Mereka juga mengatakan bahwa hadits yang melarang makan dhabb karena Rasulullah SAW khawatir hewan itu penjelmaan manusia yang dikutuk, tidak bisa diterima. Sebab bertentangan dengan hadits lainnya yang menyebutkan bahwa Allah SWT tidak mengutuk orang jadi hewan lalu hewan itu bisa beranak pinak dan berketurunan. Kemungkinan saat itu Rasulullah SAW belum menerima wahyu lebih lanjut bahwa umat terdahulu yang dikutuk menjadi hewan tidak akan punya keturunan, bahkan setelah jadi hewan, tidak lama kemudian mereka mati.
Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang kera dan babi, apakah hewan itu penjelmaan (orang yang dikutuk di masa lalu)? Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah SWT tidak menghancurkan suatu kaum atau mengutuknya jadi hewan sehingga mereka punya keturunan.”
Asal hadits ini dari riwayat Imam Muslim, sebagaimana ditulis oleh Ash-shan’ani di dalam kitab beliau, Bulughul Maram. Wallahu a’lam bishshabwab.
Perbedaan pendapat hukum memakan dhabb diatas kemudian dianalogikan dengan hukum memakan biawak, karena banyak yang mengira dhabb ini adalah biawak, padahal tidak ada yang menjelaskan secara terperinci apakah 2 hewan diatas adalah sama. Berdasarkan karakteristik dhabb menurut ulama, ciri morfologi dhabb diantaranya: sepintas mirip biawak, bunglon dan tokek, ukuran tubuh lebih kecil dari biawak, memiliki ekor yang kasar dan berduri dengan tekstur kesat dan bersisik, ekor tidak terlalu panjang seperti pada biawak, memiliki warna mirip tanah yaitu gelap, umumnya mereka hewan herbivor atau insectivor dengan preferensi pakan belalang sehingga tidak termasuk hewan buas, habitat alami dhabb adalah gurun, bukan rawa atau habitat lembab seperti biawak di Indonesia pada umumnya, jika diartikan secara bahasa, biawak dalam bahasa arab disebut Warol, bukan dhabb. Berdasarkan informasi tersebut, kemungkinan hewan dhabb yang dinarasikan dalam hadits sebagai hewan yang dianggap halal oleh sebagian ulama bukanlah biawak, namun hewan Genus Uromastyx.
Gambar 16.Uromastyx aegyptia (Forskal, 1775), (@Ahmad Alshammaryreptile-database)
Berbeda dari hewan diatas, biawak adalah hewan buas pemakan daging, bertaring dan bercakar tajam. mereka juga bersifat agresif dan sebagian mengkonsumsi bangkai. Meskipun ada beberapa jenis biawak yang memiliki habitat alami di gurun, namun jelas berbeda dengan apa yang dijelaskan pada ciri-ciri hewan dhabb diatas, sehingga dalam hal ini sebagian besar ulama berpendapat bahwa biawak haram dimakan dan berbeda dari dhabb. Berdasarkan pengelompokannya pun, biawak dan dhabb berasal dari 2 famili yang berbeda. Sehingga dapat dipastikan bahwa yang di maksud dhabb oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bukanlah biawak seperti yang diduga oleh sebagain masyarakat kita.
Berikut adalah klasifikasi dari salah satu jenis dhabb dan biawak:Kingdom: AnimaliaFilum: ChordataKelas: ReptiliaOrdo: ReptiliaFamili: AgamidaeGenus: Uromastyx
Spesies: Uromastyx aegyptia (Forskal, 1775)
Famili: VaranidaeGenus: Varanus
Spesies: Varanus salvator (Laurenti, 1768)
Gambar 17. Biawak Varanus salvator (foto: Andre Koch)
Reptil lain yang disinggung dalam narasi hadits adalah ular dan hewan serupa cicak (wazagh). Rasulullah menganjurkan kepada kita untuk membunuh dua kelompok reptil tersebut. Adapun beberapa hadits yang menyinggung 2 hewan diatas dapat ditemukan pada beberapa konteks yang berbeda menurut riwayatnya.
“Bunuhlah semua ular, barangsiapa yang takut pada dendam mereka, maka ia bukan dari golonganku”.riwayat Abu Daud, Shahih, al Misykah(4140).
“Tidaklah kami pernah berdamai dengannya (ular) sejak kami memusuhinya, maka barangsiapa yang membiarkannya lantaran rasa takut, maka ia tidak termasuk golongan kami.” riwayat Abu Daud, Hasan Shahih: Al Misykah (4139).
Dari Abbas bin Abdul Muthalib Radhiyallahu anhu, ia berkata kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kami akan membersihkan zam-zam sedang di dalamnya terdapat jinaan ini, yaitu ular kecil?” Rasulullah pun menyuruhnya untuk membunuhnya,” demikian diriwayatkan Abu Daud, Shahih: Apabila Ibnu Sibat benar-benar mendengar dari Al Abbas: Al Misykah (4141)].
Konteks narasi hadits diatas terjadi ketika terdapat ular kecil di dalam sumur air zam zam dan Rasulullah segera memerintahkan para sahabat untuk membunuhnya karena kehadiran ular tersebut dapat membahayakan nyawa jika tidak dibunuh. konteks perintah membunuh ular disini lebih diutamakan dalam kondisi membela diri. Segala sesuatu yang dilakukan dengan niat melindungi diri dari suatu keburukan bukanlah dihitung sebuah perbuatan dosa karena Rasulullah bersabda perihal pembelaan diri ini pada hadits lain:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?” Beliau bersabda, “Jangan kau beri padanya.” Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?” Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.” “Bagaimana jika ia malah membunuhku?”, ia balik bertanya. “Engkau dicatat syahid”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Bagaimana jika aku yang membunuhnya?”, ia bertanya kembali. “Ia yang di neraka”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim no. 140)
Pada beberapa hadits lain, terdapat sedikit perbedaan pada kasus ular yang masuk ke dalam rumah, sebagian ulama berpendapat boleh diberi peringatan terlebih dahulu selama tiga kali. Jika ular itu pergi maka dibiarkan dan tidak dibunuh, Namun jika tidak pergi, maka diperbolehkan untuk dibunuh. Namun untuk lebih menjamin keamanan, tak apa jika ular tersebut segera dibunuh.
“Sesungguhnya di rumah-rumah ada ular-ular yang berada di rumah-rumah. Apabila kalian melihat satu dari mereka, maka buatlah peringatan padanya tiga kali. Apabila pergi, maka biarkan dan bila tidak mau pergi maka bunuhlah, karena dia itu kafir,” demikian diriwayatkan Muslim nomor hadis 2236.
Sebagian Ulama berselisih paham mengenai pendapatnya tentang hukum membunuh ular yang ada di dalam rumah. Pendapat pertama menyebutkan bahwa ular dibunuh tanpa harus diberi pringatan dahulu baik di kota Madinah atau di luar kota tersebut. Mereka berpendapat bahwa banyak sekali hadits yang memperbolehkan untuk membunuh ular termasuk hadits Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW memperbolehkan kita untuk membunuh ular tanpa harus diperinci ular tersebut berada di dalam atau di luar rumah. Pendapat hukum kedua dari Ibnu Abdilbararr rahimahuallah menyebutkan bahwa tidak boleh membunuh ular di dalam rumah sebelum diberi peringatan, baik di rumah-rumah yang ada di wilayah Madinah atau kota di luar Madinah.
Imam Malik rahumahuallah berkata, “Lebih baik diperingatkan dahulu ada ular-ular yang ada di rumah di Madinah maupun di luar kota0020tersebut selama tiga hari,” (at-Tahmid 16/263). Pendapat imam Malik diatas merujuk pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’ib, yang berkunjung ke rumah Abu Sa’id dan diceritakan tentang seorang pemuda yang membunuh ular yang menyebabkan istrinya keluar rumah karena panik, dan juga terbunuh oleh ular tersebut. Rasulullah kemudian bersabda “Sungguh, di Madinah ini ada sekelompok jin yang sudah masuk Islam. Jika kalian melihat salah satu dari mereka (dalam wujud ular) maka usirlah ia dengan halus selama tiga hari. Bila setelah tiga hari ia tetap saja enggan meninggalkan rumah, bunuhlah ia karena hewan yang demikian itu adalah setan!”.
Pada Narasi lain yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah SAW berakata : “Sesungguhnya ada ular di rumah. Apabila kalian melihatnya, maka buatlah peringatan tiga kali. Apabila pergi, maka biarkan dan apabila tidak mau pergi, maka bunuhlah” (HR Muslim : 2236)
Pendapat ketiga dari Imam Nafi, yaitu tidak boleh membunuh ular yang ada di dalam rumah di kota Madinah kecuali setelah diberi peringatan tiga kali. Namun, ular yang ada di luar rumah boleh dibunuhtanpa diberi peringatan terlebih dahulu.Sedangkan pendapat keempat dari Abu Lubabah menyebutkan bahwa tidak ada seekor ular pun yang dibunuh di dalam rumah baik di kota Madinah atau di laur kota tersebut kecuali ular berbisa dengan garis hitam di punggung dan memiliki ekor pendek.
Gambar 18. Foto Arabian viper Genus Cerastes (@Eyal Bartov)
Berdasarkan perbedaan pendapat dan penjelasan narasi hadits-hadits diatas, dapat diketahui bahwa sebagian ular bisa jadi merupakan jelmaan dari jin yang menghuni di rumah-rumah dan pemukiman manusia. sehingga pada kasus ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan untuk memberi peringatan kepada ular yang masuk ke dalam rumah, karena dikhawatirkan dia adalah kaum jin yang telah masuk islam. Jika memang jin, maka dia dapat mendengar peringatan kita dan memahaminya karena ular tidak memiliki kemampuan pendengaran dan pemahaman pada apa yang kita ucapkan.
Bolehnya membunuh ular ada ‘illat yang menyebabkannya untuk dilakukan terutama jika dengan membiarkannya dapat membahayakan nyawa. Sehingga membunuh ular dengan tujuan untuk menjaga diri dianjurkan bahkan ditegaskan untuk dilakukan. adapun jika ular tersebut tidak membahayakan nyawa, para ulama sebagian berpendapat untuk membiarkannya. Berdasarkan informasi dari pendapat ke empat, ada pengecualian untuk segera membunuh ular jenis tertentu jika masuk ke dalam pemukiman. Ada ular yang bisa segera di bunuh diantaranya yang memiliki beberapa karakter yaitu berbisa, bergaris hitam, berekor pendek. Deskripsi yang digambarkan dari karakter tersebut merujuk kepada ulardari famili viperidae (berbisa dan berekor pendek). Viperidae merupakan salah satu famili ular yang memiliki tubuh yang relatif pendek, gempal, dan berbisa tinggi. Selain itu ekor dari ular kelompok ini relatif pendek jika dibandingkan dengan ekor pada kelompok ular yang lain, bahkan sebagian jenis viper yang hidup di gurun memiliki karakter ekor yang tumpul/pendek dari jenis viper dari habitat ain. Anjuran bolehnya membunuh ular dengan deskripsi diatas dikarena ular tersebut memberi madharat, sangat mematikan dan dapat membahayakan nyawa.
Anjuran membunuh ular yang memberi madharat juga berlaku pada kasus wazagh. berikut narasi haditsnya:
Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Siapa yang membunuh wazaghah pada pukulan pertama maka dia akan mendapatkan pahala sekian dan sekian. Dan siapa yang membunuhnya pada pukulan yang kedua maka dia akan mendapatkan kebaikan sekian-dan sekian di bawah kebaikan yang pertama. Dan siapa yang membunuhnya pada pukulan ketiga, maka dia akan mendapatkan kebaikan sekian dan sekian di bawak kebaikan yang kedua.” (HR. Muslim, Sahih Muslim, 7/42)
Dari Ummu Syuraik Ra sesungguhnya Rasulullah Saw memerintahkan untuk membunuh wazagh dan beliau berkata “(wazagh) merupakan hewan yang meniup (api) kepada Nabi Ibrahim Alaihisslaam (HR. Al-Bukhari, Sahih alBukhari 4/141 No. 3359, Muslim, Sahih Muslim 7/42 No. 5981)
Dari Amir bin Sa’ad dari ayahnya sesungguhnya Nabi Saw menyuruh untuk membunuh wazagh dan menamainya fuwaisiq (merusak) (H.R. Muslim, Sahih Muslim 7/42)
Dari Aisyah Ra dari Nabi Saw bersabda: lima binatang merusak boleh dibunuh ketika pada waktu ihram yaitu tikus, kalajengking, elang, gagak dan anjing buas (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 4/129)
Berdasar beberapa hadits diatas, anjuran dan perintah membunuh wazagh muncul karena beberapa sebab, diantaranya karena keberpihakan hewan tersebut kepada musuh Allah yang mendukung pembakaran Nabi Ibrahim ‘alaihi salaam, kedua karena wazagh merupakan salah satu jenis dari hewan fasiq yang dapat membawa madharat bagi manusia. Beberapa ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai identitas dari wazagh/wazaghah ini. Sebagian diantaranya menyamakan wazagh dengan cicak dan tokek, sebagian lain mengatakan berbeda dengan memberi sebutan lain sebagai tokek gurun.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai identitas wazagh yang disebutkan oleh Rasulullah, dapat diambil kesimpulan bahwa bolehnya membunuh binatang fasik yang dapat membawa kerusakan (contohnya hama, penyakit, dan hal lain yang mengancam jiwa), diantaranya seperti: tikus, kalajengking, ular, hewan buas. Madharat yang ditimbulkan bergantung pada situasinya. Misalnya wazagh jika dianggap sebagai cicak dan tokek, dapat menimbulkan madharat sebagai pembawa penyakit karena membuang kotoran sembarangan dan dapat mencemari minuman, makanan, tempat mandi dan wudlu. Madharat ini berlaku jika mereka ditemukan di dalam rumah, sehingga untuk membunuh hewan ini yang masuk ke dalam rumah karena alasan dapat menimbulkan potensi gangguan menjadi alasan dibolehkannya untuk dibunuh. Sedangkan jika wazagh dijumpai diluar rumah maka tidak ada alasan untuk membunuhnya karena pada dasarnya setiap mahluk hidup memiliki peran sebagai penyeimbang ekosistem karena pada dasarnya tidak ada sesuatu pun yang Allah ciptakan sia-sia. Membasmi jenis tertentu dapat menyebabkan ekosistem menjadi tidak seimbang dan berpotensi menimbulkan masalah baru, misalnya dengan hilangnya cicak dan tokek, populasi serangga akan tak terkendali, sehingga dapat menyebabkan potensi wabah dan peningkatan gangguan hama. Wallahu a’lam bishshawaab.
Bayyinatul Muchtaromah, Nur Kusmiyati, Kholifah Holil, Berry Fakhry Hanifa, Mujahidin Ahmad, Prilya Dewi Fitriasari, Lil Hanifah, Rizky Mujahidin Mulyono, Nur Izza Analisa: „Hewan Melata Dalam Islam“, Version 1.0. In: Maliki Encyclopedia. Published by Pusat Perpustakaan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang, Tuesday, July 16, 2024.
Pengertian Hewan Melata – Hewan melata paling mematikan tersebar hampir di seluruh negara. Mereka kebanyakan hidup di hutan alami dan memiliki racun mematikan untuk bertahan hidup di habitat mereka. Hewan melata adalah salah satu yang paling ditakuti karena beberapa dari jenis ini termasuk binatang paling mematikan di bumi.
Namun, perlu dipahami juga bahwa tidak ada hewan yang secara alami kejam atau jahat. Mereka hanya mencoba untuk bertahan hidup dengan berburu makanan atau bertahan melawan pemangsa yang mendekatinya. Jika manusia bertemu hewan-hewan ini, lebih baik menghindar agar mereka tidak merasa terancam dan balik menyerang kalian.
Pengertian Hewan Melata
Reptil atau binatang melata (dalam bahasa Latin “reptans” artinya “melata” atau “merayap”) adalah kelompok hewan vertebrata berdarah dingin dan memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Reptilia adalah tetrapoda (hewan dengan empat tungkai) dan menelurkan telur yang embrionya diselubungi oleh membran amniotik. Saat ini, mereka hidup di setiap benua, kecuali Antarktika.
Beberapa ahli telah mengatakan bahwa hewan melata adalah organisme pertama yang menyebar ke seluruh rumah, dari habitat kering hingga air kecil. Contoh hewan melata yang hidup di habitat seperti itu adalah komodo dan kadal. Reptil tidak hanya hidup di lingkungan yang kering dan kering, tetapi juga dikenal sebagai hewan yang hidup dalam dua bahasa alami atau ilmiah yang disebut dengan amfibi (air dan darat). Namun, hanya beberapa spesies yang hidup di daerah tersebut. Contohnya adalah kura-kura, ular, dan buaya.
Reptil memiliki habitat penting di daratan. Ketika berada di dalam air, mereka hanya bisa memberi makan atau menurunkan suhu tubuh mereka. Selain itu, reptil memiliki tinggi tubuh yang berbeda-beda, dari yang terkecil hingga yang terbesar.
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
Reptil atau hewan melata merupakan sekelompok hewan berdarah dingin dengan sisik yang menutupi tubuhnya. Reptil hidup di lingkungan yang kering, air, atau keduanya (amfibi). Beberapa contoh hewan reptil adalah ular, buaya, kadal, dan masih banyak lagi.
Kebanyakan dari hewan melata memiliki racun yang berfungsi untuk bertahan hidup. Tidak heran jika jenis hewan ini berbahaya dan menjadi yang paling mematikan di dunia.
Berikut 5 hewan melata paling berbahaya yang telah detikJabar rangkum:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
King cobra merupakan ular berbisa terpanjang di dunia yang mencapai hampir 6 meter. Umumnya, panjang ular king cobra sekitar 3-4,5 meter dengan berat sekitar 12 kg. Ular ini biasa ditemukan di hutan, rawa-rawa, semak, dan gua. King cobra ini berasal dari wilayah India dan Asia Tenggara.
Saat merasa terancam, cobra akan mengangkat kepala dan melebarkan tudungnya, diiringi suara desisan sembari menyemburkan bisa kepada lawan. Bisa ular kobra mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan kebutaan jika terkena mata.
Buaya air asin menjadi reptil terbesar dengan panjang rata-rata jantan sekitar 5 meter dengan berat 454 kg. Habitat dari buaya air asin cukup luas, biasanya ada di daerah rawa bakau pesisir pantai, muara sungai, dan daerah air tawar. India Timur, Australia Utara, dan Asia Tenggara termasuk ke dalam habitat dari buaya ini.
Buaya air asin memiliki kekuatan gigitan terkuat, bisa mencapai 16.460 newton. Dengan gigitan tersebut, buaya air asin dapat menyeret mangsa yang ada di tepian air dengan mudah.
Hewan melata dalam bahasa ilmiah dikenal dengan kelompok Herpetofauna. Secara harfiah, herpetofauna berasal dari 2 kata yaitu herpeton, dan fauna, atau hewan yang bagian ventral menghadap substrat dalam kondisi normal. Ilmu yang mengkaji tentang hewan melata disebut dengan Herpetologi. Herpetofauna dibagi ke dalam dua kelas besar yaitu amphibia dan reptilia, masing-masing kelompok hewan tersebut memiliki keunikan tersendiri. Allah menyebutkan kelompok hewan ini secara tersurat dalam Al-Qur’an:
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. An-Nuur: 45)
Berikut adalah penjelasan dari Tafsir Al-Muyassar/ kementrerian agama Saudi Arabia (Tafsirweb.com, 2020). “Dan Allah telah menciptakan semua jenis makhluk yang berjalan di muka bumi ini berasal dari mani, maka sebagian dari makhluk itu ada yang berjalan di atas perutnya, merayap seperti ular, dan sebagian berjalan dengan dua kaki seperti manusia dan burung, sedang sebagian yang lain berjalan dengan empat kaki seperti binatang ternak. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki, baik yang telah disebutkan itu ataupun belum disebutkan, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tiada sesuatupun yang membuat-Nya lemah”.
Pada beberapa tafsir yang lain seperti dikutip dari Tafsir Al-Mukhtasar pusat tafsir Riyadh (Tafsirweb.com, 2020), hewan yang berjalan diatas perut diumpamakan sebagai reptil atau hewan melata pada umumnya. Sedangkan yang dijelaskan oleh Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah (Tafsirweb.com, 2020), hewan yang berjalan dengan 4 kaki diumpamakan hewan lain secara umum dan tidak merujuk pada hewan ternak saja.
Amphibia berasal dari 2 kata yaitu, Amphi dan bias atau diartikan hewan yang memiliki kehidupan rangkap/ganda. Seringkali amfibi diidentikan dengan hewan yang hidup di dua alam, namun lebih tepatnya amfibi adalah hewan yang melalui metamorfosis dan memiliki 2 fase kehidupan, yaitu fase larva yang umumnya dijumpai pada habitat perairan yang basah, dan fase dewasa yang lebih sering dijumpai pada habitat yang relatif kering. Beberapa amfibi diketahui tidak memiliki metamorfosis, beberapa mengalami metamorfosis namun tidak sempurna. Kelas Amphibia dibagi ke dalam tiga ordo, yaitu anura, caecilia (apoda, gymnophiona), dan caudata (urodela, salamander).
Beberapa karakter umum dari amfibi diantaranya memiliki sifat poikilotermik ektotermik atau berdarah dingin. Amfibi tidak dapat melakukan regulasi suhu tubuh secara mandiri, sehingga suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan habitat. sehingga amfibi memiliki batas resistensi suhu yang relatif sempit dibandingkan dengan hewan vertebrata lainnya. Amfibi memiliki jantung berongga 3 yang terdiri dari 2 atrium dan 2 ventrikel, hal ini mengakibatkan darah bersih dan darah kotor akan bercampur pada ventrikel, meskipun demikian jantung amfibi diciptakan cukup unik karena memiliki mekanisme pemisahan darah bersih dan darah kotor, sehingga otak dan organ lainnya dapat selalu tersuplai dengan baik sesuai dengan kebutuhan asupan nutrisinya. Amfibi memiliki kelenjar mucus dan toksin/racun pada kulitnya. Kelenjar mucus akan mensekresikan cairan keatas permukaan kulit amfibi agar kulit senantiasa lembab, hal ini untuk membantu proses pernafasan amfibi dengan bantuan kulit agar lebih efisien sebagai pensuplai oksigen tambahan selain dari paru-paru yang masih sederhana. Beberapa amfibi memiliki perilaku mengeluarkan suara (vokalisasi), sehingga umumnya amfibi dilengkapi indera pendengaran berupa membran timpanum. Pada hewan vertebrata pada umumnya memiliki epitel sensoris pada telinga tengah yang disebut pappila basilaris, sehingga dapat mendengar suara dengan frekuensi tinggi diatas 1000 Hz via stapes. Pada amfibi, selain pappila basilaris, mereka juga memiliki pappila amphibiorum yang dapat mendeteksi suara dengan frekuensi rendah dibawah 1000 Hz.
Ordo Anura atau katak dan kodok memiliki berbagai karakter morfologi yang mensuport perilaku mobilitas untuk melompat. Beberapa modifikasi organ yang dimiliki anura untuk mobilitas saltator diantaranya pengurangan volum dan massa tubuh tanpa mengurangi kekuatan dan fungsinya. Modifikasi ini bisa diamati dengan jelas pada rangka anura yang secara umum memiliki reduksi dan fusi di beberapa organ. Pada area cranial, anura memiliki tengkorak tipe gymokrotaphic, yaitu tengkorak yang terbuka khususnya di area temporal. Bagian tengkorak yang mereduksi dapat mengurangi massa tubuh. Hal serupa juga dapat diamati pada bagian rangka tubuh, beberapa tulang mengalami reduksi seperti sternum (tulang dada) dan costae (tulang rusuk). Selain reduksi rangka, terdapat juga beberapa tulang yang berfusi seperti urostylus, gabungan tulang radius dan ulna menjadi radio-ulna, gabungan tibia dan fibulamenjadi tibia-fibula. Dengan reduksi dan bersatunya beberapa tulang tersebut, khususnya pada tulang tungkai, menyebabkan amfibi memiliki massa tubuh yang relatif ringan, dan kekuatan lompatan yang besar. Beberapa famili dari Ordo Anura yang umum dijumpai di Indonesia diantaranya adalah: Famili Ranidae, Bufonidae, Rhacophoridae, Microhylidae, dan Megophryidae.
Gambar 6. Beberapa koleksi anura di area Malang, atas kiri: Huia masonii, atas tengah: Duttaphrynus melanostictus, atas kanan: Leptobrachium hasseltii, kiri bawah dan kanan bawah: Chalcorana chalconota, serta bawah tengah: Microhyla achatina (Foto Tim Maliki Herpetology Society).
Ordo Caecilia, Gymnophiona atau Apoda, memiliki ciri umum tidak bertungkai (a=tanpa; podos=kaki tungkai). Sepintas ordo ini mirip cacing, namun jika diamati seksama, apoda memiliki karakter umum yang khas dan tidak dimiliki hewan lain yang mirip dengannya, diantaranya adalah memiliki tengkorak bersifat stegokrotaphic dan zygokrotaphic yang lebih tertutup dibandingkan tengkorak pada anura, mata yang mereduksi karena habitat umum hewan ini adalah fossorial (meliang), sebagian lain bersidfat akuati, dengan mereduksinya mata apoda dilengkapi oleh sensor tambahan berupa tentakel kecil di area antara mata dan nostril. Apoda memiliki tubuh memanjang dengan ekor yang mereduksi, sehingga beberapa organ tubuh yang berpasangan, salah satunya mereduksi (paru-paru kiri). Permukaan tubuh apoda terlihat bercincin (annuli), dan dibawah kulit terdapat kantong sisik di bawah lekukan cincin tubuhnya tersebut. Apoda melakukan reproduksi secara internal, individu jantan dilengkapi dengan alat kopulasi khusus yaitu copulatoris phallodeum. Beberapa famili dari Ordo Apoda diantaranya adalah: Famili Rhinatrematidae, Ichthyopiidae, Caeciliidae, dan yang terbaru ada Chikilidae dari India yang dideskripsi tahun 2012.
Ordo Caudata, Urodela, atau sering disebut Salamander merupakan satu-satunya ordo dari Kelas Amphibia yang tidak ditemukan di habitat Indonesia. Salamander sekilas mirip kadal karena sebagian jenis memiliki ekor dan tungkai dengan tubuh memanjang seperti kadal pada umumnya. sebagian besar anggota salamander dapat ditemukan di daerah dengan ikim sub tropis. Larva bernafas dengan insang filamentous seperti amfibi pada umumnya, namun beberapa jenis salamander bahkan masih menggunakan insang sebagai organ respirasi sampai fase dewasa, sehingga beberapa jenis salamander memiliki sifat paedomorfis (paedo= juvenil, morfism=bentu tubuh). Paedomorfism juga dapat dijumpai pada beberapa salamander sebagai respon terhadap gangguan lingkungan. Beberapa famili dari salamander yaitu: Famili Sirenidae, Amphiumidae, Plethodontidae, Proteidae, Salamandridae, Ambystomatidae, dan Cryptobranchiidae.
Gambar 7. Atas: Salamandra salamandra (©2000 Arie van der Meijden); Bawah: Ichthyophis sikkimensis (©2017 Krushnamegh Kunte)
Morfologi Hewan Melata
Pixabay Hewan melata memiliki sejumlah jari yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan cakar.
Hewan melata memiliki sejumlah jari yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan cakar.
Morfologi dari hewan melata ini terdiri dari kepala yang terpisah, lalu ada leher, tubuh, dan ekor dari anggota tubuhnya yang berukuran pendek.
Hewan melata ini juga memiliki sejumlah jari yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan cakar.
Namun, ada juga spesies hewan melata yang tidak memiliki jari, lo.
Pada bagian mulutnya terdapat gigi yang besar dan panjang. Ukuran matanya relatif besar dan terletak pada lateral dengan kelopak atas dan bawah.
Selain itu, hewan melata juga memiliki membran pengelip transparan yang bisa bergerak di bawah kelopak mata.
Morfologi dari hewan melata yang khas terlihat dari daun telinga berukuran kecil terletak di belakang mata.
O iya, terdapat sisi di bagian tubuh hewan melata yang berfungsi untuk melindungi diri dari kekeringan.
Baca Juga: 20 Nama Reptil dalam Bahasa Inggris
Beberapa contoh hewan melata, di antaranya:
Nah, sekarang sudah tahu, ya, apa saja ciri-ciri, morfologi, serta contoh hewan melata.
Tonton video ini, yuk!
Setiap hewan di muka bumi ini memiliki karakteristiknya masing-masing. Ada sebagai hewan pemangsa dan ada juga hewan menggemaskan.
Selain itu, yang lebih mengerikan lagi, ada juga hewan disebut sebagai salah satunya simbol kematian manusia.
Lantas, mengapa hewan tersebut dikaitkan dengan simbol? Apa saja hewan-hewan yang diidentikkan dengan kematian manusia?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir detikEdu dari Live Science, berikut lima hewan yang secara historis dikaitkan dengan kematian dan kehidupan setelah kematian.
Pengertian Hewan Melata
Reptil atau binatang melata (dalam bahasa Latin “reptans” artinya “melata” atau “merayap”) adalah kelompok hewan vertebrata berdarah dingin dan memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Reptilia adalah tetrapoda (hewan dengan empat tungkai) dan menelurkan telur yang embrionya diselubungi oleh membran amniotik. Saat ini, mereka hidup di setiap benua, kecuali Antarktika.
Beberapa ahli telah mengatakan bahwa hewan melata adalah organisme pertama yang menyebar ke seluruh rumah, dari habitat kering hingga air kecil. Contoh hewan melata yang hidup di habitat seperti itu adalah komodo dan kadal. Reptil tidak hanya hidup di lingkungan yang kering dan kering, tetapi juga dikenal sebagai hewan yang hidup dalam dua bahasa alami atau ilmiah yang disebut dengan amfibi (air dan darat). Namun, hanya beberapa spesies yang hidup di daerah tersebut. Contohnya adalah kura-kura, ular, dan buaya.
Reptil memiliki habitat penting di daratan. Ketika berada di dalam air, mereka hanya bisa memberi makan atau menurunkan suhu tubuh mereka. Selain itu, reptil memiliki tinggi tubuh yang berbeda-beda, dari yang terkecil hingga yang terbesar.
Ciri-Ciri dan Pengelompokan Hewan Melata
Terdapat berbagai ciri-ciri dalam hewan melata ini, berikut ialah penjelasannya:
Saat ini, hewan melata dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:
Dikarebakan beberapa reptil lebih erat terkait dengan burung daripada dengan reptil lain (buaya lebih erat terkait dengan burung daripada dengan kadal), banyak ilmuwan modern lebih memilih untuk membuat Reptilia menjadi pengelompokan monofiletik dan juga termasuk burung, yang saat ini mengandung lebih dari 10.000 spesies.
Mayoritas reptil adalah ovipar (bertelur), meski beberapa spesies Squamata bersifat vivipar (melahirkan). Reptil vivipar memberi makan janin mereka menggunakan sejenis plasenta yang mirip dengan mamalia. Ukuran reptil bervariasi, dari yang berukuran hingga 1,6 sentimeter (tokek kecil, Sphaerodactylus ariasae) hingga berukuran 6 meter dan mencapai berat 1 ton (buaya air asin, Crocodylus porosus). Adapun cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang reptil adalah herpetologi.
Berikut ini adalah contoh hewan melata di antaranya yaitu:
Ular Lanang atau raja kobra (Ophiophagus hannah) adalah spesies ular berbisa terpanjang di dunia. Ular ini endemik di sebagian India hingga Asia Tenggara. Ular ini juga merupakan salah satu reptil nasional India. Sebutan-sebutan lokal untuk ular ini di antaranya “oray totog” (Sunda), “tedung selor” atau “tedung selar” (Melayu), dan “ula anang” (Jawa).
Hamadryas hannah adalah nama ilmiah yang digunakan pertama kali oleh naturalis Theodore Edward Cantor pada 1836 yang mendeskripsikan empat spesimen ular lanang, tiga spesimen diperoleh dari Sundarban, India, dan satu spesimen diperoleh dari Kolkata. Takson Naja bungarus diusulkan oleh Hermann Schlegel pada 1837 yang mendeskripsikan spesimen ular lanang dari Jawa. Takson genus Ophiophagus diusulkan oleh Albert Günther pada 1864. Takson ini diperoleh dari kecenderungan ular ini untuk memangsa ular lain.
Panjang tubuh ular lanang umumnya berkisar antara 3.18 sampai 4 meter. Spesimen terpanjang yang pernah ditemukan panjangnya mencapai 5.85 meter. Ular jantan berukuran lebih besar daripada ular betina. Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna zaitun, cokelat kekuningan, atau keabu-abuan, dengan bagian kepala yang berwarna cenderung lebih terang. Bagian bawah tubuhnya (ventral) berwarna kelabu atau kecokelatan, dengan daerah leher berwarna kekuningan yang dihiasi bercak kehitaman.
Pada ular muda, tubuhnya berwarna lebih gelap atau kehitaman, dan dihiasi dengan belang-belang kecil berwarna putih atau kekuningan. Walau begitu, belang-belang tersebut terkadang masih terlihat ketika dewasa, walaupun lebih samar.
Kepala ular lanang berukuran besar dengan moncong yang cenderung pendek dan tumpul. Tidak seperti ular lain pada umumnya, di belakang perisai (sisik) pariental (ubun-ubun) terdapat sepasang perisai oksipital berukuran besar. Perisai labial (bibir) berjumlah 7 buah, beberapa di antaranya bersentuhan dengan mata. Pupil mata besar dan bundar.
Sisik-sisik dorsal terdiri atas sebanyak 15 deret di bagian tengah badan. Sisik ventral sebanyak 215 hingga 262 buah. Sisik anal tunggal, sisik-sisik subkaudal sebanyak 80 sampai 120 buah, sebagian berupa sisik tunggal dan sebagiannya lagi berupa sisik berpasangan.
Ular lanang tersebar luas mulai dari sebagian India (Maharashtra, Karnataka (Dandeli), Arunachal Pradesh, Sikkim, West Bengal, Bihar, Orissa, Andhra Pradesh, Kerala, Tamil Nadu, Madhya Pradesh, dan Kepulauan Andaman), Nepal, Bhutan, Bangladesh, Myanmar, Tiongkok (Fukien, Kwangtung, Hong Kong, Kwangsi, Hainan, Yunnan, SW Sichuan, Tibet), Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia (Sumatra, Kep. Mentawai, Kep. Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi), dan Filipina (Balabac, Jolo, Luzon, Mindanao, Mindoro, Negros, Palawan, Panay, Cebu, Bohol, Samar).
Ular lanang hidup di daerah dataran rendah hingga ketinggian 1800 meter di atas permukaan laut. Habitat utamanya meliputi hutan, rawa-rawa, daerah bersemak, lahan pertanian, dan bahkan di sekitar pemukiman. Ular ini biasanya bersarang di lubang tanah, tumpukan bebatuan, semak-semak rimbun, atau sela-sela akar pohon. Ular ini terutama menyukai lokasi yang ditumbuhi bambu dan juga kawasan hutan mangrove.
Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya sepit (Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut buaya aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya. Namun, ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Kadal atau bengkarung adalah kelompok reptilia bersisik berkaki empat (beberapa spesies tidak berkaki dan mirip ular, tetapi bukan ular) yang tersebar sangat luas di dunia. Secara ilmiah, kelompok besar ini dikenal sebagai subordo atau anak bangsa Lacertilia (beberapa literatur menyebut Sauria) yang merupakan anggota dari bangsa reptilia bersisik (Squamata) bersama dengan ular.
Secara umum, istilah “kadal” atau “bengkarung” (bahasa Inggris: lizards) juga mencakup kelompok cecak, tokek, bunglon, cecak terbang, biawak, iguana, dan lain-lain. Sedangkan secara sempit, istilah kadal (dan bengkarung) dalam bahasa Indonesia hanya merujuk kepada kelompok kadal yang umumnya bertubuh kecil, padat, bersisik licin dan berkilau, serta hidup di tanah (Inggris: skink, yaitu semua jenis dari famili Scincidae, atau jenis-jenis dari infraordo Scincomorpha).
Kadal pada umumnya memiliki empat kaki, lubang telinga luar, dan kelopak mata yang dapat dibuka-ditutup. Walau begitu, ada pula jenis-jenis yang tidak memiliki sebagian ciri itu. Contohnya adalah ular kaca (glass snake atau glass lizard, suku Anguidae) yang tidak enam kaki fisik sehingga menyerupai ular, tetapi masih bisa dibedakan dengan ular berdasarkan ciri-ciri yang lain.
Ular adalah kelompok reptilia tidak berkaki dan bertubuh panjang yang tersebar luas di dunia. Secara ilmiah, semua jenis ular dikelompokkan dalam satu sub-ordo, yaitu Serpentes dan juga merupakan anggota dari ordo Squamata (reptilia bersisik) bersama dengan kadal. Namun, ular (Serpentes) sendiri diklasifikasikan pada cabang klade (Ophidia), yaitu segolongan reptilia-reptilia dengan atau tanpa kaki, bertubuh panjang, dan memiliki fisiologis yang sangat berbeda dengan kadal.
Ular diperkirakan telah berevolusi dari kadal tanah sejak pertengahan zaman Jurassic (174,1-163,5 juta tahun yang lalu). Fosil ular tertua yang diketahui, Eophis underwoodi, adalah ular kecil yang hidup di daratan Inggris selatan sekitar 167 juta tahun yang lalu.
Ciri-ciri utama ular adalah bertubuh panjang dan tidak memiliki kaki. Namun, ciri-ciri tersebut juga dimiliki oleh beberapa jenis kadal, misalnya (kadal-pensil Burton). Ciri-ciri selanjutnya adalah ular tidak memiliki indera pendengaran sama sekali. Namun, ular bisa merasakan getaran melalui rahang bawahnya saat menempel di tanah atau di permukaan.
Ular tidak memiliki kelopak mata yang dapat dibuka-tutup, dan matanya selalu terbuka selama hidupnya. Walaupun begitu, mata ular dilapisi oleh sisik bening yang melindunginya dari kotoran. Ciri utama lainnya adalah, lidah ular bercabang dua dengan masing-masing cabangnya berukuran panjang dan runcing, dan dapat dijulurkan keluar melalui rongga di tengah bibirnya.
Iguana adalah marga kadal yang hidup di daerah tropis Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan kepulauan Karibia. Kadal-kadal ini dideskripsikan pertama kali oleh seorang ahli hewan berkebangsaan Austria, Josephus Nicolaus Laurenti pada tahun 1768. Sejauh ini, genus Iguana hanya terdiri dari dua spesies, yaitu iguana hijau (Iguana iguana) dan iguana Antilles Kecil (Iguana delicatissima).
Istilah “iguana” diketahui kemungkinan berasal dari bahasa Taino (salah satu suku asli Amerika) yaitu “iwana” yang juga merujuk pada kadal-kadal ini. Panjang tubuh iguana antara 1.5 meter hingga 1.8 meter, termasuk panjang ekor. Ciri khas dari iguana adalah memiliki jambul (seperti pada ayam jantan) di bawah rahang mereka, serta deretan sisik membentuk duri besar di tubuh bagian atasnya, yang berjejer dari leher hingga pangkal ekor.
Selain itu, iguana juga memiliki organ tubuh mirip mata pada bagian atas kepalanya. Organ tersebut berfungsi untuk menganalisis cahaya di sekitarnya. Warna tubuh iguana bervariasi, mulai dari hijau terang, hijau kecokelatan, hijau lumut, hijau kekuningan atau keabu-abuan, atau cokelat karamel. Ekor iguana berwarna sama dengan tubuh dan dihiasi dengan belang belang hitam atau gelap dari pangkal hingga ujung.
Iguana telah beradaptasi dengan baik sebagai kadal pohon dan kadal pemakan tumbuhan (herbivora). Namun, mereka tetap memerlukan nutrisi hewani, biasanya dengan memakan serangga kecil yang ada di tumbuhan yang mereka makan.
Kura-kura adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk golongan reptil. Bangsa hewan yang disebut (ordo) Testudines (atau Chelonians) ini khas dan mudah dikenali dengan adanya “rumah” atau batok (bony shell) yang keras dan kaku.
Batok kura-kura ini terdiri atas dua bagian. Bagian atas yang menutupi punggung disebut karapas (carapace) dan bagian bawah (ventral, perut) disebut plastron. Kemudian setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis. Lapis luar umumnya berupa sisik-sisik besar dan keras, dan tersusun seperti genting; sementara lapis bagian dalam berupa lempeng-lempeng tulang yang tersusun rapat seperti tempurung. Perkecualian terdapat pada kelompok labi-labi (Trionychoidea) dan jenis penyu belimbing, yang lapis luarnya tiada bersisik dan digantikan lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya.
Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal tiga kelompok hewan yang termasuk bangsa ini, ialah penyu (bahasa Inggris: sea turtles), labi-labi atau bulus (freshwater turtles), dan kura-kura (tortoises). Dalam bahasa Inggris, dibedakan lagi antara kura-kura darat (land tortoises) dan kura-kura air tawar (freshwater tortoises atau terrapins).
Penyu adalah kura-kura laut yang ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dhinosaurus. Pada masa itu, Archelon yang berukuran panjang badan enam meter, dan Cimochelys telah berenang di laut purba seperti penyu masa kini.
Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena penyu bernapas dengan paru-paru. Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh 58-73 hari.
Komodo atau lengkapnya biawak komodo (Varanus komodoensis) adalah spesies biawak besar yang terdapat di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat “ora”. Nama lain dari komodo adalah buaya darat, walaupun komodo bukanlah spesies buaya.
Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2–3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kilogram. Komodo merupakan pemangsa puncak di habitatnya karena sejauh ini tidak diketahui adanya hewan karnivor besar lain selain biawak ini di sebarang geografisnya.
Nah, Grameds. Demikian sekelumit cerita tentang hewan melata. Ternyata cara hewan-hewan ini mempertahankan hidup sangat unik. Namun, meski hewan melata ini sebagian besar adalah hewan buas, kita tidak boleh memburu hewan-hewan ini agar ekosistem alam tetap terjaga kelestariannya.
Untuk kalian yang ingin selalu mengikuti perkembangan informasi dari Gramedia, jangan lupa unduh aplikasi Gramedia Digital di gawai kalian. Banyak informasi seru yang akan dibagikan setiap harinya. Selain itu, promo-promo menarik seputar produk Gramedia yang keren akan selalu hadir melalui ruang digital kalian. Dapatkan juga potongan harga menarik untuk setiap promonya. Gramedia Digital hadir untuk kalian, karena Gramedia Digital adalah #SahabatTanpaBatas.